Kata batik berasal dari sebuah kata dalam bahasa Jawa yaitu ambatik yang artinya kurang lebih yaitu menuliskan atau menorehkan titik-titik. Dalam proses pembuatan kain batik, seorang pengrajin batik menorehkan motif-motif indah ke selembar kain mori dengan menggunakan canthing yang berisi lilin panas. Proses membatik ini dilakukan secara hati-hati dan sering kali seorang pengrajin batik harus menorehkan serangkaian titik-titik demi memperoleh sebuah motif batik yang rumit. Alat untuk membatik ialah canting. Sebuah alat yang berbentuk seperti pulpen dan terbuat dari bambu, berkepala tembaga serta bermulut sempit pada bagian ujungnya.
Canting ini dipakai untuk menyendok lilin cair yang panas, yang dipakai sebagai bahan penutup atau pelindung terhadap zat warna pada saat pewarnaan. Pada proses awal pembuatan batik, seorang pembatik menorehkan lilin di kain putih dengan menggunakan canthing.Sebelum dilakukan penggambaran motif dengan menorehkan lilin panas, kain mori yang akan digunakan haruslah dicelup lebih dahulu ke dalam minyak tumbuh-tumbuhan serta larutan soda, guna memudahkan lilin melekat dan agar kain bisa lebih mudah menyerap zat warna. Setiap kali kain hendak diberi warna lain, bagian-bagian yang tidak boleh kena zat warna ditutup dengan lilin, sehingga makin banyak warna yang dipakai untuk menghias kain batik, makin lama juga pekerjaan menutup itu. Pada taraf yang terakhir, lapisan lilin yang menutupi kain mori dihilangkan dengan merebus kain dalam air mendidih setelah sebelumnya direndam dalam larutan soda abu (sodium silikat) untuk mengekalkan warna pada batik. Sebagai hasil akhir adalah selembar kain batik dengan motif-motif indah yang mempesona.
Tehnik membatik sebenarnya sudah berumur ribuan tahun. Beberapa orang ahli bahkan menyebut bahwa tehnik membatik mungkin berasal dari kebudayaan kuno bangsa-bangsa di Afrika, Timur Tengah (bangsa Sumeria kuno) dan beberapa bangsa kuno di Asia yang terus menyebar hingga sampai ke Indonesia. Penyebaran tehnik dan budaya membatik ini bisa sampai ke Indonesia, rupanya berkat jasa para pedagang dari India yang sempat mengunjungi daerah-daerah di Indonesia pada beberapa abad silam.
Pada awalnya kain batik hanya dikenal sebatas lingkungan keraton atau kerajaan di mana kain batik semula hanya dipakai oleh kalangan bangsawan dan raja-raja. Namun seiring dengan perkembangan, maka kain batik selanjutnya dikenal luas di kalangan rakyat dan terus berkembang hingga masa sekarang. Jumlah dan jenis motif kain batik yang mencapai ribuan jenis ini mempunyai ciri khas pada masing-masing daerah di Indonesia. Walaupun terdapat jenis batik cap, namun kain batik tulis yang dibuat dan dilukis dengan menggunakan canthing masih menduduki tingkat preferensi teratas dan masih begitu diminati oleh konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Tingkat kesulitan dan kerumitan serta jenis kain yang digunakan turut mempengaruhi harga jual. Dewasa ini kain batik tidak saja berbahan kain mori, namun juga sudah banyak dijumpai kain batik yang berbahan kain poliester, rayon, hingga sutra. Bahkan kain batik yang terbuat dari bahan sutra harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Penyebaran Tehnik Membatik dan Seni Membatik
Kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal secara luas sejak jaman kerajaan Majapahit dan tampaknya terus berkembang dan menular kepada kerajaan-kerajaan lain di nusantara.
Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojokerto adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Mojokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Pusat kerajinan batik di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo.
Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahit namun perkembangan seni batik mulai menyebar pesat di daerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakarta. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipengaruhi corak batik Solo dan Yogyakarta. Pembuatan batik Majan ini merupakan warisan seni sejak jaman perang Diponegoro. Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena warna babarannya merah menyala (terbuat dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom.
Asal-usul batik di daerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah sentra batik pertama ialah di desa Plered. Kerajinan batik pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu dan kemudian meluas diikuti oleh istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi batik dan lurik. Akibat dari peperangan pada jaman penjajahan Belanda, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap di daerah baru seperti Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Keluarga-keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan ke seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan terus berkembang menurut kreativitas dan kekhasan budaya lokal.
Kain batik khas Solo dan Yogyakarta yang mulai merambah wilayah Jawa Timur selanjutnya menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Terus menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Di wilayah Jawa Barat, batik berkembang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon. Selanjutnya seni batik mulai berkembang di daerah pesisir pantai, selain di daerah Pekalongan sendiri, yaitu tumbuh pesat di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah lainny.
Perkembangan seni dan tehnik membatik keluar dari wilayah Yogyakarta dan Solo selanjutnya semakin meluas. Seni batik yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian impor. Batik cap baru dikenal setelah masa perang dunia I dan mulai banyak dipakai obat dan bahan kimia untuk batik buatan Jerman dan Inggris.
Pewarna yang dipakai waktu itu buatan sendiri yang diambil dari tumbuh-tumbuhan pace/mengkudu, nila, soga kayu dan kainnya adalah hasil tenunan sendiri. Warna batik Tegal pertama kali ialah sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, dan kemudian berkembang menjadi warna merah-biru. Batik asal Tegal saat itu sudah mulai merambah Jawa Barat dan para pedagang inilah yang konon mengembangkan kerajinan batik di Tasik dan Ciamis.
Seni batik di daerah Tasikmalaya diduga dikenal sejak jaman kerajaan “Tarumanagara” dimana peninggalan yang ada sekarang ialah banyaknya pohon tarum di sana yang berguna untuk pembuatan batik waktu itu. Desa peninggalan yang sekarang masih ada pembatikan ialah Wurug terkenal dengan batik kerajinannya, Sukapura, Mangunraja, Maronjaya dan Tasikmalaya kota. Dahulu pusat dari pemerintahan dan keramaian yang terkenal ialah desa Sukapura, Indihiang yang terletak di pinggir kota Tasikmalaya sekarang. Produksi batik Tasikmalaya sekarang adalah campuran dari batik-batik asal Pekalongan, Tegal, Banyumas, Kudus yang beraneka pola dan warna.
Di Jakarta, seni batik dikenal dan berkembang bersamaan dengan daerah-daerah sentra batik lainnya. Seni batik dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal di daerah sentra batik. Daerah sentra batik di Jakarta tersebar dekat Tanah Abang yaitu: Karet, Bendungan Hilir dan Udik, Kebayoran Lama, dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet. Jakarta sejak jaman sebelum perang dunia kesatu telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia dengan pelabuhan Pasar Ikan sekarang. Setelah perang dunia kesatu selesai, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Pedagang-pedagang batik yang banyak ialah bangsa warga keturunan Cina dan Arab, selain sejumlah kecil penduduk lokal. Batik Jakarta sebelum perang terkenal dengan batik kasarnya, dengan warnanya yang sama dengan batik Banyumas.
Batik kemudian berkembang ke seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa, seperti daerah Sumatera Barat misalnya, khususnya daerah Padang. Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum perang dunia kesatu, terutama batik-batik produksi Pekalongan dan Solo serta Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal “tenun Silungkang” dan “tenun plekat”. Batik cap mulai berkembang di jaman penjajahan Belanda saat jumlah permintaan akan batik tulis semakin meningkat dan cenderung kewalahan untuk dipenuhi. Bahan pewarna batik umumnya dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir, damar dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan.
Sekarang batik produksi Padang sudah berkembang lebih maju walau masih belum bersaing sebaik kain batik buatan Jawa. Batik cap yang ada kebanyakan berupa sarung. Seni batik dari waktu ke waktu terus menyebar ke berbagai pelosok daerah di Indonesia seperti Bali, dan banyak daerah lain dengan warna-warna beragam mulai dari warna hijau, kuning, merah, biru, putih dan coklat.
Melestarikan Seni Budaya Batik di Indonesia
Kain batik merupakan kekayaan budaya Indonesia yang tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Sebenarnya sangat disayangkan bahwa saat ini batik tradisional khas Indonesia masih sulit untuk dipatenkan, padahal jumlah dan jenis kain batik dari tiap daerah di Indonesia kalau dihitung bisa mencapai ribuan jenis. Ragam dan corak motif yang khas dari tiap daerah merupakan sebuah kekayaan budaya yang patut senantiasa dilestarikan. Sebagai contoh, batik pesisir umumnya memiliki corak maskulin seperti pada corak “Mega Mendung”, karena di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Ragam corak dan warna batik sedikit banyak juga dipengaruhi pula oleh berbagai pengaruh asing. Misalnya saja pada daerah-daerah pesisir pantai, corak kain batik menyerap berbagai pengaruh budaya luar yang dibawa para pedagang asing.
Warna-warna cerah seperti merah yang mulanya dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak burung phoenix, akhirnya juga diadaptasi ke dalam motif dan corak batik pesisir, misalnya saja batik Madura, yang sering kali diwarnai dengan warna merah, hitam, hijau, dan putih serta dihiasi oleh berbagai motif bunga-bungaan dan motif gambar burung. Batik khas Madura umumnya banyak digunakan sebagai sarung, walaupun ada beberapa yang khusus didesain untuk kemeja resmi pesta. Pusat-pusat kerajinan batik dan perdagangan batik di Madura adalah di Pamekasan dan Bangkalan. Pedagang batik di Madura umumnya adalah warga keturunan Arab selain warga lokal yang memegang teguh budaya Madura dalam kehidupan sehari-hari.
Bangsa penjajah Eropa yang juga mengambil minat kepada batik, memberikan pengaruh besar dalam motif dan corak batik khas Indonesia, seperti motif bunga-bungaan (bunga tulip) dan aneka motif benda lain, termasuk pula warna-warna asing seperti warna biru yang mulai banyak dijumpai dalam batik-batik Indonesia. Berbagai corak batik kuno khas era penjajahan Belanda maupun batik modern buatan Indonesia bisa disaksikan di Tropenmuseum, Amsterdam, Belanda.
Tampaknya kekayaan intelektual bangsa Indonesia berupa motif-motif batik tradisional, yang ribuan macam dan jenisnya ini, hari demi hari semakin banyak dijiplak dan ditiru oleh para pengrajin dari negara-negara lain demi kepentingan ekonomi. Bila pemerintah dan para pengrajin batik mau berusaha bersama-sama untuk berusaha lebih keras mendaftar setiap jenis motif dan kekhasan batik tradisional untuk dipatenkan secara internasional, maka hal ini jelas akan merupakan sebuah peluang yang baik bagi berkembangnya bisnis batik berpangsa pasar internasional.
Museum batik yang ada di Belanda, yaitu Tropenmuseum yang mengkoleksi ribuan jenis kain batik, selalu saja dipadati oleh pengunjung, dan ini juga berarti sarana promosi yang efektif dalam mempopulerkan tradisi busana batik khas Indonesia di tingkat internasional. Pameran batik di luar negeri, terutama di negeri Belanda senantiasa banyak diminati pengunjung. Bahkan publikasi pameran batik di Belanda sering dimuat di majalah-majalah seperti majalah Round About dan majalah Moesson, yang tidak hanya terbit di Belanda, namun juga terbit di seluruh Eropa, Amerika, dan Australia.
Batik khas Indonesia bahkan pernah diliput oleh majalah Island, Amerika. Acara peragaan busana batik Indonesia juga pernah ditayangkan oleh Fashion TV, sebuah televisi Perancis yang mengkhususkan diri pada penayangan peragaan busana dari berbagai negara. Sungguh sayang bila berbagai kesempatan yang ada kita lewatkan begitu saja. Mari kita giatkan industri batik di tanah air!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar